Bila Anda pernah menertawakan orang lain karena perilakunya; entah perilaku yang memang disengaja untuk membuat Anda tertawa atau perilaku bodoh sehingga patut Anda tertawakan atau perilaku yang membuatnya jatuh sebagai manusia dan Anda menertawakan kejatuhannya tanpa kita sadari.
Duh, lucunya diri kita! Dan rasanya lebih baik kita menertawakan diri kita sendiri sebelum menertawakan orang lain. Karena begitu banyak situasi menunjukkan kita tidak lebih baik dari orang lain. Malah mungkin lebih bobrok, lebih tidak manusiawi, lebih ingin kejatuhan orang lain, lebih bodoh, dan tentu saja lebih layak ditertawakan.
Mari kita menertawakan diri kita. Bukankah kita sering terlihat sok bijak, menasehati orang lain namun perilaku kita malah jauh dari bijak. Atau kita berteriak ke orang - orang dengan corong atau mixernya untuk datang beribadah, namun nyatanya ibadah kita hanya kepura - puraan supaya terlihat suci. Lucunya diri kita! Mungkin sebenarnya diri kita tidak lebih bersih dari penikmat pesta dan mabuk oleh anggur.
Seberapa jauh Anda mengenal diri Anda? Sayapun demikian. Merasa mengenal diri tapi sebenarnya tidak sama sekali. Bukankah kita seringkali berada dalam jalur kepura - puraan hanya untuk disenangkan dan dihargai orang lain? Bukankah seringkali, tanpa sadar kita lebih senang diangkat daripada diturunkan? Bukankah seringkali, kita lebih mudah menuding kesalahan orang lain dan mengingatnya dibanding menuding diri kita sendiri dan berubah karenanya?
Mari kita berkaca! Mari kita menertawakan diri kita! Bahwa sesungguhnya kehidupan kita adalah cermin dari orang lain. Tak usahlah banyak bicara. Tak usahlah banyak berkotbah. Tak usahlah banyak mengajarkan orang lain tentang hidup. Tak usahlah menghakimi orang lain karena kehidupan mereka. Mengapa kita tidak melihat saja bagaimana kita hidup?
Lupakan filsuf tolol yang berkotbah di pasar - pasar, kerumunan - kerumunan atau tengah pesta maupun kedukaan. Bukankah mereka hanya lebih banyak berbicara daripada melakukan apa yang mereka bicarakan?
Lucunya diri kita! Maka marilah kita berkaca!
Mungkin si filsuf tolol adalah diri kita sendiri.
June 7, 2011 04.16 am