Saturday, August 18, 2012

Silahturahmi Itu....

Hari sabtu plus tinggal sehari lagi merayakan hari raya keagamaan. Idul Fitri. Dan seperti tahun - tahun sebelumnya, pesan ucapan minal aidin ataupun ucapan selamat idul fitri datang silih berganti. Ya, silahturahmi, ucapan maaf memaafkan dan seterusnya. Lalu saya sempat bertanya kepada salah seorang teman saya begini, "memang sudah lebaran ya?" Ini bukan pertanyaan iseng, tapi memang saya tidak tahu sebenarnya kapan hari itu tiba. Pertama karena saya tidak merayakan lebaran, kedua karena memang saya bingung soal perhitungan kalendernya. Lalu teman saya ini berkata, "ya, mumpung traffic sms belum penuh dan nanti kalau pas lebaran udah repot dengan halal bihalal.

Mungkin saya dan anda melakukan hal yang sama. Bersilahturahmi lewat pesan singkat itu ya sudah biasa. Mungkin jadi terlalu biasa. Saya tidak tahu ketika seseorang mengirimkan pesan singkat dengan mengatasnamakan silahturahmi ini apakah bear - benar dari dalam hati atau ya sekedar sebagai kebiasaan saja. Saya tidak mau mempertanyakan sikap orang lain. Saya mempertanyakan sikap saya. Bila saya bersilahturahmi, mengucapkan salam, meminta maaf, apakah benar - benar berasal dari dalam hati saya? Apa arti silahturahmi bagi saya?

Bila saya hari ini bersilahturahmi kepada sesama saya, saya bersalam - salaman dengan mereka meminta maaf berbalas - balasan, adakah ini hanya sebuah tradisi atau memang berasal dari dalam hati saya? Bila saya lalu bersilahturahmi dengan seseorang yang menyakiti saya dan saya masih memendam sakit hati saya, apakah artinya? Bila saya bersilahturahmi dengan orang yang tidak pernah saya sapa sebelumnya, dan saya mengirimkan pesan singkat sebagai sebuah keharusan basa - basi, apakah artinya bagi saya? Atau misalnya, saya meminta maaf kepada orangtua saya namun saya bertindak kasar sesuadahnya dan tidak menghargai apa yang mereka katakan, apakah artinya silahturahmi bagi saya? Mungkin sama sekali tidak berarti. Mungkin mereka yang tidak bersilahturahmi lebih baik dibanding saya. Mungkin hati mereka lebih baik dari saya dibanding saya yang suka menggunakan kedok sok baik, sok suci, sok alim tapi nyatanya hati saya tak ubahnya seperti perampok kehidupan.

Maka? Saya cenderung menghindari basa - basi silahturahmi. Cukuplah apa adanya, biasa saja. Karena buat saya silahturahmi itu ya suci. Kalau saya mendatangi orang yang sudah menyakiti saya dan menjalin kebaikan dengan orang tersebut, ya karena saya mau hidup dalam silahturahmi itu. Saya, cuma jujur saja. Apa adanya.

Sudah silahturahmi dengan jujur apa adanya?