Sunday, September 4, 2011

Sudahkah berhenti berprasangka?

Seorang sahabat menulis timeline dalam akunnya begini "semoga kita dijauhkan dari prasangka buruk yang hanya menyesatkan kita lebih dalam", lalu aku berkaca sendiri adakah isi kepalaku sering berputar - putar dan prasangka negatif mengisi kepalaku yang tidak bervolume ini?

Mari jujur saja, berapa kali dalam sehari, isi kepala kita yang sok pintar ini membuat asumsinya sendiri tanpa mau tahu apa yang sesungguhnya terjadi? Berapa kali kita berprasangka atas sikap, raut wajah atau perilaku orang lain; entah berprasangka orang tersebut mau menjatuhkan anda, tidak suka dengan anda, punya 'maksud' tertentu terhadap anda dan seterusnya? Atau mungkin anda berprasangka si x pasti abcd karena xyz? Lalu kita berdalih bahwa kita berusaha untuk menjadi seorang yang prudent. 


Bukankah dulu ketika di sekolah kita diajarkan untuk tidak berprasangka atas seseorang karena akan bisa menyesatkan kita terutama karena pengaruh otak kita yang kadang begitu jahat dan ahlinya mengolah informasi sehingga mempengaruhi emosi kita? Bukankah kita juga tahu bahwa prasangka menimbulkan konflik, curiga berlebihan, perpecahan, perpisahan, perseteruan yang tidak akan pernah berakhir? Bukankah prasangka membuat kita berada dibawah kendali pikiran dan perasaan kita sehingga kita lupa bahwa kita adalah tuan atas pikiran dan perasaan kita?

Bukankah ketika kita berprasangka atas orang lain sebenarnya malah menambah beban kita yang sesungguhnya sudah memenuhi pundak kita untuk mencapai puncak kehidupan tertinggi? Buatku, ketika aku berprasangka terhadap orang lain, semakin aku merasa tidak nyaman dan pikiranku dipenuhi kemungkinan - kemungkinan yang faktanya 90% tidak benar. Dan tentu, hidupku tidak lagi bertambah menyenangkan malah menjadikanku sangat tidak produktif.

Jadilah aku memutuskan untuk menjadi diri sendiri, tanpa prasangka, melihat respon oranglain sebagai perbedaan individu yang harus diterima sepanjang kita hidup dalam lingkaran kehidupan yang tidak pernah terputus dengan orang lain. Entah orang yang senang meracau tentang orang lain, komplain, narsis, senang, kompetitif, dominan, berusaha menyenangkan orang lain dan seterusnya. Terima saja, tanpa prasangka. Bukankah hidup lebih indah ketika kita bisa hidup berdampingan dengan segala perbedaan yang ada. Mau hitam atau putih, mau mata sipit atau bulat, mau dari suku apapun sama saja. Atau mau berasal dari keluarga religius, pengusaha, pejabat, mantan kriminal; ya itu latar belakang saja. Toh orang yang mengaku orang baik - baik pada nyatanya belum tentu baik atau orang yang mengaku berintegritas tinggi dan tidak pernah mencuri nyata - nyatanya menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Toh, tentu saja, aku tidak berbeda dengan orang - orang itu. Jadi kenapa aku harus menghakimi dan berprasangka negatif terhadap orang lain yang mungkin kehidupannya lebih baik dari aku sendiri.

So? No prasangka. Sama seperti Sang Khalik memandang kita tanpa prasangka. At all. Tak perlu menyusahkan diri sendiri bila kita sebenarnya memiliki kemampuan untuk membebaskan diri kita. Bagaimana dengan anda?