Jantungku berhenti saat tahu ia tidak baik – baik saja, satu demi satu kisah menyeruak kembali. Aku tahu yang kemarin adalah masa lalu dan aku tidak tahu tentang masa depan. Aku menyeruak dalam lamunan, setiap kisah yang kau torehkan, setiap celetuk yang membekas dikepalaku dan tak mampu kuhapus dari setiap sendi ingatanku.
Dan aku seperti orang gila. Aku takut kehilanganmu. Sebuah perasaan kepemilikan yang sebenarnya tidak layak aku memilikinya. Tak sadar aku menjadi begitu egois. Egois untuk menguasaimu. Egois dan tak mengindahkan lukamu. Aku tertunduk membisu. Tak bisa kukatakan lagi. Hanya diam diiringi letupan – letupan yang harus aku redam.
Dan ku ingat celotehan salah satu sahabat. Sesuatu yang diredam, dipendam ke bawah sadar, satu saat akan meledak seperti halnya gunung sinabung. Aku tertawa lalu diam. Mungkin benar. Aku tidak tahu kapan itu menjadi meledak. Tapi aku memilih diam…. Aku sadar aku terlalu dalam menyakitimu. Aku sadar, aku bukan lagi orang yang penting untuk pribadimu. Tapi apakah salah bila mencintaimu?
Sore ini, aku tahu, rindu itu sudah tidak ada lagi. Aku mungkin bukan siapa – siapa. Apakah aku harus mengganggu hidupmu lagi? Hmmh. Tidak. Biar kamu bahagia, untuk sebuah masa depan yang penuh misteri di depan sana.
Ingin kulupakan masa lalu, setiap kisah yang sudah kau tulis. Dalam hening dan setiap tanyamu, aku simpan satu persatu dan kutata itu. Terlalu membekas. Mungkin. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku tulis, kisah seperti apa yang aku inginkan. Yang tersisa adalah masa depan, sebuah mimpi yang tidak tahu apakah aku dapat mencapainya. Aku ingin berteriak. Aku ingin menyelesaikan setiap sesak didada ini. Terlalu berat, bahkan untuk kupungkiri.