Seringkali ketika kita berpikir, lebih - lebih saya, berpikir bahwa sudah berlari kencang dan dalam perjalanan kita kehabisan energi tanpa memperoleh satupun yang kita cita - citakan. Anda bagaimana? Saya begitu. Begitu seringnya saya ingin ini dan itu lalu saya lupa fokus atas tujuan saya mula - mula.
Sering saya berkata kepada tim saya, jangan kalah terhadap diri sendiri. Namun kadang, mungkin sering. Saya kalah dengan ego saya, dengan keinginan, bahkan dengan ketakutan yang saya buat sendiri diantara lobus korteks dan hipotalamus.
Dimanakah saya? Apakah saya berlari, belajar dari pengalaman dan menjadi orang yang lebih baik atau hanya menjadi orang yang berapi - api sesaat setelah dimotivasi oleh orang lain lalu padam dan lagi - lagi tidak mampu menabrak tembok yang ada didepan saya, lalu saya kembali jalan ditempat, menoleh kebelakang dan menyesal atas pilihan yang saya buat sekarang. Lalu pikiran saya berbicara, "bukankah jaman dulu lebih baik dari jaman sekarang?, ternyata pekerjaan saya dahulu lebih menjanjikan dibanding yang saya kerjakan sekarang, dan seterusnya. Dan setan penyesalanpun menggelayuti pundak saya untuk mengutuk apa yang ada pas di depan saya.
Bukankah kita sering tidak mampu memecahkan tembok yang kita buat sendiri? Mungkin anda tidak. Saya begitu. Namun saya ingat ayah angkat saya pernah berkata, "kita tidak akan maju sebelum kita mampu menghancurkan tembok kita sendiri. Masa lalu, kesombongan, kepahitan, sikap tidak bisa menerima kritik, mendendam dan sebagainya. Kita jatuh bukan karena orang lain. Orang lain dan situasi hanya kondisi yang mengikuti namun kamu yang memutuskan mau seperti apa."
Dan aku makin bertanya, sudahkah aku menghancurkan tembok yang menghalangiku untuk maju?