Saturday, October 1, 2011

Perlukah seorang Motivator?

Mungkin ini lucunya pernah bersekolah disalah satu SMA yang notabene dicap kutu buku atau pura - pura ikutan dicap kutu buku biar tidak beda dengan yang lain. Dan mungkin terbiasa SKS (sistem kebut semalam), maka terciptalah kami para penghuni dunia yang mirip seperti kalong dimana saat orang - orang sudah lelap tertidur, maka bunyi bbm pun mengalir deras bak kumpulan pemudik yang pulang ke kampung halaman. Dari celoteh - celotehnya yang garing, seorang teman tiba - tiba berkomentar, "nyong, g seneng baca blog lo. Lumayan memotivasi gue. Kenapa ga coba jadi motivator atau menulis buku motivasi?"
Dan yang lainnya pun berkomentar tu wa tu wa. Ada yang menanggapi garing, aneh, serius, lucu, ada juga yang ikut mendukung. Dan gue? Ikut tertawa saja membuat guyonan yang tidak lucu. Mungkin memang kami dari sananya diciptakan jadi orang - orang yang terpaksa harus melucu tapi tidak lucu. Nah loh. Gue bingung. Jadilah gue makin bingung mau menulis apa diantara rumus algoritma dan kalkulus yang memeras otak menjadi serpihan - serpihan yang enak di goreng kering. Nah, ngaco lagi.

Okay. Gue cuma ingin menanggapi komentar teman gue yang meminta gue untuk membuat buku motivasi atau menjadi motivator. Dan jadilah gue tertawa lepas. Wong begitu seringnya gue mesti memompa pikiran dan perasaan gue supaya tetap pada jalurnya, gimana gue bisa memotivasi orang lain. Lagi pula, apakah sebenarnya di dunia ini kita perlu seorang motivator? Maaf sebelumnya, namun buat gue yang lumayan lama berkecimpung di dunia hrd dan ditengah - tengah orang sales, motivator sama halnya pepesan kosong atau mirip petasan saat lebaran atau tahun baru. Efeknya cuma mengena di emosi  dan seringkali ga nyampe dipikiran dan jiwa anda. Mau bertaruh? Saya tidak mau. Ini cuma opini saja. Terserah anda mau menanggapinya seperti apa.

Coba saja lihat. Berapa lama efek motivasi yang disampaikan dengan meluap - luap oleh seorang motivator bisa bertahan dan meningkatkan kinerja anda? Paling 10%. Sisanya? Ya buat senang - senang saja. Toh nyatanya telinga anda hanya menerima apa yang menyenangkan bagi telinga anda untuk di dengar. Coba seorang motivator yang mengkritik pola tingkah anda, sudah pasti tidak akan laku dipasar. Trus siapa yang bisa menjaga semangat anda? Motivator kah? Nope. Anda sendiri saja. Maka saya percaya bahwa semangat hidup yang bertahan itu asalnya dari dalam. Bukan dari motivator atau buku - buku motivasi yang anda baca. Trus bolehkah membaca atau mendengarkannya? Silahkan saja. Toh saya, masih suka juga mendengar atau membaca tulisan para motivator dunia untuk mengisi jiwa saya supaya tidak picik dan merasa saya saja yang paling benar.

Ketika kita mendengarkan motivasi yang disampaikan oleh motivator atau membaca buku psikologi populer, itu sama dengan teori watson yang memberi stimulus sepotong keju pada seekor tikus. Responnya, ya terserah. Apakah si tikus itu mau memakannya atau membiarkannya saja. Sama juga dengan anda. Setelah makan motivasi itu, trus bagaimana respon anda? Apakah motivasi itu bisa membuat anda lebih baik dan bertahan dengan kondisi itu atau hanya sekedar hangat - hangat tahi ayam?

Dan saya sudah cukup menulis diblog ini. Bukan dengan maksud untuk memberi motivasi bagi orang lain. Tulisan disini hanya refleksi diri dan gambaran atas pengalaman saya dan orang lain. Bila tulisan ini bisa memotivasi anda? Alhamdulilah. Kalau tulisan diblog ini mengesalkan anda? Ya alhamdulilah juga karena memang sebenarnya tidak perlu kesal.

Jadi perlukah anda seorang motivator? Itu juga terserah anda. Saya tidak. Yang saya perlukan adalah seorang sahabat yang mau mendengar cerita saya dan berbagi kehidupan untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Semoga.