Thursday, July 9, 2015

Filantropi atau Sosiotropi?

Sudah hampir tiga tahun ini saya menjadi salah satu anggota klub sosial terbesar didunia yang memiliki misi kemanusiaan. Entah memang saya senang berorganisasi atau memang saya kecebur disini karena ajakan salah seorang sahabat saya (yang nyatanya tidak aktif setelah mengajak saya bergabung :( ).
Dan hebatnya kenapa sampai hari ini saya masih ada mungkin karena saya sedikit "dijebak" dalam kepengurusan organisasi, ditambah sifat saya yang dari sananya akan menyelesaikan tugas sampai akhir atas emban yang diberikan kepada saya.

Sayapun mengajak beberapa teman untuk bergabung karena misi mulia yang didengung - dengungkan ketika saya dilantik menjadi anggota dan pada rapat bulanan. Atas nama misi sosial maka jiwa saya terpanggil untuk menjadi bagian dengan optimisme bahwa saya akan berkumpul dengan orang - orang yang sejalan dengan nilai - nilai saya. 

Filantropi atau sosiotropi? Ini yang sekarang menggelitik benak saya setelah menjalani keanggotaan ini hampir 3 tahun. Saya tidak menutup mata bahwa memang ada kegiatan - kegiatan sosial rutin yang diadakan, karena itu memang program rutin tahunan yang terdapat di agenda kerja. Hanya ketika saya membuka diri dengan mengajukan pertanyaan - pertanyaan reflektif, antusiasme yang murni hanya ada pada sedikit anggota. Mungkin ini hanya perasaan saya saja dan ditambah dengan harapan yang tinggi terhadap organisasi sosial yang begitu besar. Namun nyatanya, lagi - lagi berdasarkan pengamatan saya adalah saya sedang berada ditengah orang - orang yang senang eksis untuk dinyatakan berjiwa sosial. Kenapa saya menyebutnya begitu? Karena kalau dibandingkan, dengan jumlah yang disumbangkan baik dana dan upaya bagi orang lain, jauh lebih besar dana yang dibutuhkan untuk rapat berkala, rapat - rapat untuk menyelenggarakan kegiatan (yang lagi - lagi untuk kepentingan internal). Maka saya bertanya sendiri, apakah misi yang sesungguhnya? Misi sosial atau misi sok sosial? Misi kemanusiaan atau misi kesosialitaan? Filantropi atau sosiotropi?

Atau mungkin makna menjadi filantropi sudah bergeser menjadi seni kumpul - kumpul untuk menunjukkan eksistensi dan pengaruh plus sedikit iming - iming aktivitas sosial supaya terlihat dermawan? Atau mungkin kesimpulan saya salah. Hanya saja, bukan membenarkan opini, saya menemukan para senior berlomba - lomba menunjukkan power dan resisten terhadap masukan (meski katanya mereka terbuka, nyatanya tidak juga). Atau mungkin saya bergabung di organisasi atau kumpulan yang salah. Entahlah.

Sambil menjalankan tanggung jawab saya hingga beberapa bulan ke depan, sayapun  berusaha refleksi ke diri saya, adakah saya memiliki semangat filantropi atau malah saya sekarang berubah menjadi sosiotropi. Waktu yang akan menjawab.

7 Juli 2015