Monday, May 16, 2011

Berpura - pura atau Apa Adanya?


Hari pertama resolusi mengejar ketertinggalan dan muncul satu kalimat, "Christine, apakah kamu mau berpura - pura atau apa adanya saja?" Hari masih gelap dan aku tiba - tiba dihakimi oleh diriku sendiri. Gosh. Aku jadi bertanya - tanya dalam hati, lebih tepatnya pergumulan antara kedua pemikiran yang sepanjang subuh ini berseliweran di kepalaku. Apakah aku sudah menjadi apa adanya atau berpura - pura supaya bisa diterima oleh orang lain, atau setidaknya merasa diterima oleh diriku sendiri?
Plak. Lagi - lagi aku tertampar oleh sisi diriku yang lain. Berapa sering aku menjadi apa adanya? Berapa sering aku tidak menjadi apa adanya? Trus... trus... Phewww. Padahal aku selalu bilang ke orang - orang, "jadi dirimu sendiri saja, apa adanya, ga usah poles sana poles sini. Kenapa harus jadi orang lain kalau kamu bisa menjadi berbeda karena menjadi diri sendiri."

Plak lagi. Kalau ada perkataan jangan munafik, ya rasanya aku menjadi orang paling munafik sedunia. Memberi nasehat ini itu, ternyata, walah, aku mungkin lebih bobrok dibanding yang lain. Banyak kepura - puraan. Pura - pura tidak marah padahal marah, pura - pura menyukai makanan tertentu (red: krn tidak enak dg orang yg mentraktir) padahal aku sama sekali tidak suka dengan makanan itu, pura - pura bijak padahal tidak bijak sama sekali dan kepura - puraan yang lain. Mungkin aku juga tanpa sadar pura - pura membenci padahal sesungguhnya cinta. Nah loh. Ini yang parah. Ini yang disebut reaction formation (ayo buka kamus wikipedia :D ).

Kamu gimana?
Capek ga sih berpura - pura? Sisiku yang satu bilang, "ya capek dong, non. Aku capek menyetel kepalamu untuk pura - pura. Semoga pusat sarafmu tidak segera korslet." Yang satu lagi bilang, "nyantai bos. Kalau korslet, ntar disambung pake benang." Heukss. Jangan - jangan memang sudah korslet beneran.

Jujur, ya capek. Pernah dengar orang bisa berbahagia karena membenci orang yang dicintainya? Aku. Tidak. Kenyataan 120%. Kok bisa? For sure, yes. Toh kenyataannya memang aku cinta, kenapa mesti bilang benci hanya karena ada tindakannya yang bikin sewot setengah mati. Dan nyata - nyatanya ga ada orang yang 100% bahagia karena itu. Atau sebenarnya kamu marah terhadap seseorang, namun pura - pura bersikap baik terhadap orang tersebut padahal kamu marah setengah mati atas perilakunya? Atau kamu pernah kecewa tapi kamu bilang pengorbanan? Atau kamu tampil modis dan seksi padahal kamu sebenarnya tidak nyaman dengan yang kamu kenakan? Atau kamu sebenarnya senang ngobrol tapi mengunci mulutmu rapat - rapat karena orangtuamu ingin kamu menjadi anak yang serius dan manis?

Berpura - pura atau apa adanya?
Jujur. Capek. 

Pernah dengar cerita temanmu yang sakit asma dan tidak pernah sembuh? Atau mungkin saudaramu yang mengalami masalah dijantungnya? Atau mungkin orang yang kamu sayangi mengalami stroke? Atau mengalami kejang perut yang tanpa alasan? Atau salah satu sahabatmu sering "hang out", minum, dll. Atau mungkin sakit fisik lain yang kamu tahu?

Salah satu rekan mengatakan begini biological condition = 90% pain + 10% emotion. Jadi semuanya ada di......? Your mind, of course.

So? Pikiranku yang lain bicara. "Iya, bicara apa adanya sih mudah. Prakteknya? Phewww. Susah, non."
Gimana ga susah. Pernah ga sih mengalami situasi dimana mau jadi apa adanya tapi ga bisa. Mau marah, ingat posisi/jabatan. Atau ingin penampilan cuek tapi public figure; ingin sedikit urakan tapi dari keluarga kraton; pengen jadi pemusik tapi seluruh keluarga dokter; pengen bilang kangen tapi gengsi; pengen kecewa tapi katanya dosa.

Aku mengangguk - angguk. Tentu saja. Berapa sering perilaku kita dihadapkan dengan apa yang menjadi norma dalam komunitas kita; entah keluarga, teman, lingkungan kerja bahkan diri kita sendiri. Aku pun begitu. Makin aku sadar aku berusaha ingin menyenangkan semua pihak, semakin aku berpura - pura. Dan aku lupa seperti apa jati diriku yang sebenarnya. Aku lupa bagaimana memperlakukan diriku apa adanya. Kamu bagaimana?

Jadi?
Ya apa adanya saja. Daripada menyiksa diri untuk menjadi terlihat seperti santa. 
Bila marah, ya aku akan mengatakan aku marah (tentu dengan cara yang elegan supaya orang itu ga sakit hati sama gue)
Bila kangen sama seseorang, ya bilang aja. Ga usah peduli apakah dia kangen atau tidak (seburuk - buruknya dia bengong or menjauh, hehehe)
Bila pengen cuek berpakaian, ya apa adanya aja kenakan apa yang ingin kamu pakai (tapi kenakan busana yg lengkap ya. Jangan ke mall pakai bikini atau ke mesjid pakai rok mini. Nah loh. Bisa2 ditangkap satpam :p )
Bila cinta, ya katakan cinta. Jangan bilang benci karena kamu sudah kadung kecewa dengan dia. Kala masih cinta, kenapa ga minta balik? Siapa tau ternyata dia juga masih cinta juga. Kalau ngga, ya tetep apa adanya. Cari cinta baru :D
Kalau memang bangga dengan hasil kerja seseorang, ya puji aja ga usah ditunda. Mungkin besok kita ga sempat lagi mengatakannya.
Kalau memang senang bergaul dengan komputer, ya bergaul saja. Tidak usah memaksakan diri menjadi presenter sukses tapi ga happy (cuma jangan lupa tetep bergaul ya, nanti dibilang anti social ;-) )

Jadi? Apa adanya saja. 

And I tell to my self. Start from now, dude :D