Saturday, January 1, 2011

(usah tanyakan) Masih adakah cinta?

Tergelitik sebuah artikel yang ditulis dalam salah satu tabloid gereja yang baru saja aku baca. Perjalanan cinta anak manusia. Kalimat sederhana namun sedikit aku termenung mengartikan setiap makna yang termaktub dalam setiap kata - kata yang ada. Menjadi keprihatinan gereja mengenai cinta atau kasih yang semakin miris selama beberapa kurun waktu terakhir. Berapa banyak pernikahan yang berakhir dengan perceraian? Berapa banyak anak remaja lari dari rumah? Berapa banyak orang bunuh diri karena merasa tidak dicintai? 

Apakah yang dapat mengembalikan makna cinta yang sesungguhnya? Hanya dua kata. Cinta Allah.
Aku termenung. Seperti apakah cinta Allah? Bagaimanakah wujudnya? Apakah manusia dapat mencintai orang lain sebagaimana Allah mencintai kita?

Mungkin ini pertanyaan sederhana namun tidak untuk dijawab. Setiap pertanyaan yang membutuhkan dimensi ruang dan waktu pribadi tanpa melibatkan hiruk pikuk manusia yang mengatasnamakan cinta. Mengatasnamakan manusia yang memberi nama atas cinta atau yang menggembar - gemborkan cinta. Lalu apakah cinta Allah itu?

Aku bertanya pada diriku sendiri diantara batas ruang dan waktu. Diantara batas pengalaman - pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Apakah aku telah mencintai orang lain sebagaimana Allah mencintaiku? Bukan pertanyaan yang dapat aku jawab dan bisa aku jawab. Bila ada orang yang menyatakan bahwa aku orang yang penuh cinta, rasanya aku malu pada diriku sendiri. Bagaimana aku penuh cinta bila aku melukai orang lain supaya aku merasa dicintai? Bagaimana aku penuh cinta bila aku tidak berkorban untuk kebahagiaan orang lain? Bagaimana aku penuh cinta bila akhirnya orang menjadi terluka karena mencintaiku? Bagaimana aku bisa mengatakan "aku mencintaimu" tapi aku tidak mampu menyenangkannya. Aku malu. Malu kepada Tuhan. Malu kepada diriku sendiri. Malu kepada orang - orang yang mencintai aku.

Bagaimanakan aku mengartikan cinta Allah? Lagi - lagi aku terdiam. Atau baiknya tidak perlu aku mengartikan setiap kata tadi.

Jadi ingat salah satu ungkapan seorang sahabat yang sedikit saja menyadarkan makna cinta:
Cinta itu abadi sejatinya
Bila tidak, maka kau bukan mencinta
Bila kau mencinta, kau bukan mengatakan cinta
Karena cinta itu perbuatan, bukan kata - kata...
Karena cinta itu memberi, bukan menerima..
Cinta itu kesabaran, kesetiaan dan kelemahlembutan
Cinta itu pengorbanan dan bukan mengorbankan

Jadilah aku makin terpekur. Makin malu. Jangan - jangan aku lebih sering mengatakan cinta daripada perbuatan? Waduhh. Terus apa bedanya dong aku dengan yang lain?

Ingat lagi beberapa waktu silam tentang kegigihan seseorang pria yang begitu mencintai seseorang hingga mampu melakukan tindakan yang belum pernah dilakukan seumur hidupnya. Memberikan seikat bunga untuk seorang yang dicintainya karena ia tahu sang wanita begitu suka akan bunga. Tindakan sederhana namun membutuhkan keberanian baginya untuk melakukan tindakan luar biasa itu. Atau ketika memberikan ruang bagi si wanita saat ia membutuhkan ruang itu. Ini yang namanya cinta. Aku? Belum tentu aku mampu melakukannya. Bukankah indah? Atas nama cinta, seseorang mampu melakukan apa saja untuk kebahagiaan orang yang dicintainya.

Karena cinta menerima perbedaan dan memberi ruang,
bukan mengikat seseorang tanpa kebebasan
Karena cinta adalah penerimaan,
bukan tuntutan untuk menjadi aku... aku saja
Mencintai itu seperti menggenggam pasir
Semakin kita erat menggenggamnya, ia akan sirna
Cukup menadahnya saja, sedikit menutupi sehingga ia tidak hilang terbawa angin


Maka aku bertanya kepada diriku. Sudahkah aku mencintai orang lain seperti Allah mencintai aku?

Jadilah aku teringat pengalaman salah seorang paman, bagaimana ia begitu mencintai wanita yang menemani hari - harinya. Ia memberikan ruang dan saat wanita itu pergi dengan pria lain, ia tetap mencintainya. Bahkan, mendukung pernikahan mereka, mendoakan kedua orang itu sampai membiayai pernikahan kedua mempelai sebagai hadiah cintanya kepada wanitanya. Tindakan gila? Iya, menurutku hingga aku menggeleng - gelengkan kepalaku. Hingga satu kali aku akhirnya memberanikan diri bertanya kepada almarhum mengapa ia bisa seperti itu. Jawaban singkat. 
      "Karena aku mencintainya. Aku melepaskannya karena aku tahu bersamaku, ia tidak lebih 
        berbahagia dibanding bersamanya."
Dan ini yang sangat aku ingat pesannya sampai sekarang, 
       "anakku sayang, pada saatnya nanti, haruslah kamu berani menegakkan kepala dengan 
        meninggalkan orang yang kau cintai. Berkorban demi orang tersebut ketika kau tahu 
        bersamamu, ia tidak lebih berbahagia. Tentu sakit. Pastilah. Tapi setidaknya, kamu telah 
        membebaskan ia mengepakkan sayapnya. Berdoalah untuk kebahagiaannya 
        dan bila ia butuh, temanilah
        maka kamu akan menjadi orang yang paling mencinta di dunia."

Itukah gambaran cinta Allah? Mungkin.

Jadilah aku ingat saat - saat itu. Saat aku harus mempertahankan atau melepaskan orang yang aku cintai. Dan aku memilih melepaskannya dan mengawasi dari jauh, berdoa untuk kebahagiaanya dan memberikan bahuku bila membutuhkan karena aku tahu, ia akan lebih berbahagia tanpa aku disitu.

Mungkin artikel yang aku baca dengan sekelumit kisahnya adalah cerita sederhana namun cukup membuka mata bagaimana harusnya aku mencinta. Bagaimana harusnya aku bersyukur atas setiap keputusan yang aku ambil karena kadangkala pengorbanan itu menjadi lebih baik pada akhirnya daripada mempertahankan untuk keinginan kita sendiri.

Jadi bila cinta itu seakan - akan lenyap, usahlah tanyakan masih adakah cinta. Karena cinta itu ada dalam hati kita dan alam memberikan caranya yang misterius untuk mengantarkan kita kepada jawaban - jawaban yang sulit terselami. Cukup lakukan saja.

Mengatakan cinta itu mudah, tapi melakukan cinta itu sukar
Jadi bila tantangan hidup itu datang, usah tanyakan "masih adakah cinta?"
Karena CINTA sejatinya sudah ada, sedang ada dan terus ada...
Sejauh nafasmu terhembus dalam naungan Sang Maha Cinta...
......
Sebenarnya saat dua orang mencinta, 
sebenarnya itu adalah cinta Tuhan yang saling terpancar
Antara kedua manusia itu