Monday, October 24, 2011

Berubahlah dan jujur apa adanya

Seorang kawan lama yang lumayan dekat dengan saya sewaktu SMA berkata begini, "wah, muka lo tetep lempeng ya. Miss cool. Kulkas." Tentu saja bukan tanpa alasan sahabat saya itu mengambil kesimpulan seperti itu. Pertama karena memang wajah saya seringkali tanpa ekspresi. Mau senang ya segitu, mau sedih ya segitu. Dan salah satu pembimbing saya pernah berkata juga, "tidak dosa sedikit berekspresi tentang apa yang kamu rasakan." 
Lalu pertanyaan saya satu. Benarkah wajah saya sedatar itu tanpa ekspresi? Lalu apakah saya harus berubah sesuai dengan apa yang dikatakan pembimbing saya? Jadilah saya merenung. Duhh, merenung lagi sampai - sampai salah seorang rekan bisnis saya mengatakan saya seorang kontemplator. Darr.

Disini saya tidak sedang bercerita muka lempeng saya tadi, tapi bagaimana saya berespon terhadap informasi orang lain, termasuk perubahan. Seberapa baik saya mau berubah? Jujur saja, untuk mengekspresikan diri bukan perkara yang cukup mudah buat saya. Pertama, saya seringkali ditanamkan pemikiran untuk tidak mengekspresikan apa yang saya rasakan di keluarga saya. Apakah lantas saya menyalahkan keluarga yang mendidik saya? Tidak juga karena saya yakin mereka punya alasan untuk itu, yang terkait juga dengan pengalaman mereka. Kedua, karena mungkin dipengaruhi oleh salah satu sisi kepribadian saya yang tidak mudah berekspresi. Dan kembali ke wajah lempeng saya tadi, ini komentar kawan lama saya. "Lo sekarang beda ya. Lebih ekspresif dibanding dulu."

Lalu darimana perubahan itu? Satu hal yang membuat saya bersyukur sampai dengan hari ini adalah saya dikelilingi oleh sahabat - sahabat saya yang jujur apa adanya. Mungkin bila mereka hanya menganggap saya lalu saja, saya belum berubah dan masih menjadi orang serius yang sangat menyebalkan :D. 

Mengapa saya memutuskan untuk berubah? Jujur saya tidak punya alasan untuk itu. Yang saya yakini bahwa saya harus menjadi pribadi yang lebih baik. Kalau sedikit ekspresif itu membuat diri saya lebih baik, kenapa tidak? Lantas apa saya mesti menjadi orang lain yang sangat ekspresif dan bisa senantiasa membangkitkan suasana menjadi sangat menyenangkan seperti salah seorang sahabat saya? Ya tidak perlu. Kalau saya seperti dia, apa bedanya saya dengan penari topeng yang melenggak lenggok dan wajah palsunya namun kita tidak tahu kepribadian yang sebenarnya.

Ini yang pernah di ucapkan bapak almarhum Fuad Hasan kepada saya. Berubahlah bila berubah itu membuatmu menjadi pribadi yang lebih baik dan membantumu mengenal pribadi yang menciptakanmu namun jangan berubah hanya untuk menyenangkan orang lain. Esensimu akan melebur kedalam orang itu dan kamu akan kehilangan identitas tanpa pribadi. Bingung? Saya bingung. Waktu itu. Namun saya belajar dari pribadinya. Ia menjadi dirinya sendiri dan ia berubah. Bukan menjadi orang lain namun menjadi orang yang lebih baik. Sampai dengan hari ini pemikiran dan ide - idenya yang mempengaruhi saya termasuk membangkitkan tujuan saya.

Jadi? Berubahlah bila diperlukan. Bila sekarang masih suka curiga dengan orang lain atau menyimpan sakit hati atau cemburu terhadap milik orang lain atau mendoakan kejatuhan orang lain atau selalu komplain dan seterusnya dan seterusnya, berarti sudah saatnya berubah. Pertama, ini akan membebaskan anda. Kedua anda akan menjadi pribadi yang lebih menyenangkan. Ketiga, anda akan lebih menghargai diri anda sendiri. Kemudian? Ya pribadi yang lebih baik. Kunci lain lagi? Ya jujur. Akui kalau kamu memang seperti itu. Jangan berusaha membela diri karena  ketika kita mulai seperti itu, sesungguhnya itu adalah tendensi tidak mau berubah. Menurut versi saya.

Sekarang? Terserah anda.