Monday, October 31, 2011

Ketika Kita Kehilangan Indera Kita

Apakah tubuhmu sempurna atau  panca inderamu lengkap? Maka bersyukurlah dan hargai serta jaga apa yang kamu miliki. Karena kehilangan salah satu inderamu mungkin akan membuat sedikit kekecauan atas setiap rencana atas kehidupanmu. Apakah saya pesimis dan menganggap kesempurnaan fisik atau panca indera yang membuatmu kehidupanmu sukses? Tidak. Saya tidak mengatakan itu.

Kamu tahu bagaimana rasanya kehilangan panca inderamu sebagai penghubung antara kamu sebagai pribadi dengan dunia luar? Saya tidak tahu. Namun sahabat saya tahu. Dan sore tadi, saya yang biasanya penuh dengan segudang jawaban tidak mampu berespon. Sahabat saya berkata, "telinga saya yang satu sudah sama sekali tidak bisa mendengar karena akibat gagal operasi beberapa tahun lalu. Dan sekarang, dokter menyarankan untuk melakukan operasi untuk telinga yang satu lagi. Bila gagal bagaimana? Bukankah nanti aku sama sekali tidak bisa mendengar? Lalu siapa yang bisa terima orang tuli seperti saya? Masakah harus menyusahkan orang lain? Atau aku bunuh diri saja? Saranmu bagaimana? Operasi atau tidak?"

Dan aku tidak mempunyai jawabannya. Aku terdiam lama dan sepertinya hanya jawaban klise yang aku lontarkan. Cari second opinion dan berdoa. Duhh. Dalam hatiku, dia juga tahu apa yang mesti dilakukan.

Lalu aku berkaca kepada diriku sendiri. Seandainya aku kehilangan salah satu indera yang aku miliki, apa yang aku lakukan? Bagaimana aku mengatasi setiap lembar kain kehidupan dengan cara yang indah? Ketika indera kita begitu lengkap, mungkin akan lebih mudah bagi anda untuk mencapai mimpi - mimpi anda. Bagaimana bila tidak? Apakah kita akan merenungi nasib kita atau melakukan sesuatu untuk mengejar mimpi kita dengan kekurangan kita atau kita malah menyalahkan sang Khalik atau orang - orang disekeliling kita?

Dan saya berbicara kepada diri saya sendiri. "Christine, kamu tahu. Kamu sempurna tapi apakah kamu sudah melakukan sesuatu dengan maksimal? Apakah sudah membiarkan dirimu membantu sesama dengan inderamu? Atau kamu malah mengeluarkan kata - kata yang tidak membawa berkat dan mengutuk orang lain dengan mulutmu? Atau melihat hal - hal yang tidak pantas dan tidak perlu untuk mengenyangkan keinginanmu atau mendengarkan hal - hal yang tidak membuat kamu menjadi manusia yang lebih baik atau menggunakan kakimu ke tempat - tempat yang tidak layak atau membiarkan tanganmu melakukan yang merugikan orang lain? Bila ya, mungkin lebih baik kamu tidak memiliki semuanya itu."

Dan saya membandingkan diri saya dengan sahabat saya. Ia tidak memiliki panca indera yang sempurna namun setidaknya saya melihat kebaikan dalam hatinya. Ia tidak mendengar dengan sempurna namun seringkali ia menjadi pendengar yang sangat baik dan membiarkan dirinya menjadi tempat beristirahat bagi teman - temannya yang membutuhkan dia. Lalu saya? Kadang saya malah lari dari situasi seperti itu. Malah saya lebih mau didengarkan daripada mendengar orang lain. Atau salah satu teman saya yang lain (saya mengenalnya 10 tahun lalu) yang tidak melihat namun mampu mengerjakan ukiran dengan sempurna. Lalu saya? Menggunakan penglihatan saya untuk sesuatu yang sebenarnya tidak saya perlukan bahkan merusak jiwa saya. Dan teman saya yang tidak melihat itu pernah berkata kepada saya, "saya beryukur karena tidak melihat. Karena dengan begitu saya menajamkan indera saya yang lain untuk merasakan indahnya dunia ini dan saya bisa menjadi berkat bagi orang lain."

Lalu saya?
Sudahkah saya bersyukur memiliki fisik dan indera yang sempurna? Sudahkah saya menggunakannya untuk kebaikan atau malah menyia - nyiakannya untuk kepentingan egois saya?

Atau bila saya kehilangan salah satu anggota tubuh saya atau indera saya, apakah saya masih mampu beryukur atas kehidupan ini dan bisa menjadi manusia yang lebih baik serta membantu banyak orang disekeliling saya? Atau saya malah jatuh kedalam situasi mengasihani diri sendiri dan menyalahkan orang lain dalam kondisi saya yang tidak sempurna? Jujur saya tidak tahu. Saat ini.

Dan saya teringat sang bunda yang tidak sempurna karena penyakit polio yang ia alami ketika kecil. Apakah sang bunda menyesali kondisi fisiknya yang tidak sempurna? Kadang ya. Terutama ketika ia merasa seharusnya ia bisa menyelesaikan sesuatu dengan sempurna namun tidak bisa. Tapi apakah ia hanya diam menyerah kepada situasi? Tidak. Seumur saya mengenalnya, ia adalah seorang pribadi yang tidak menyerah kepada situasi dan saya banyak belajar darinya. Ia tidak menyerah karena tidak sempurna dan ia melakukan lebih dari yang orang sempurna lain atas sesuatu. Apakah kadang ia menyalahkan Tuhan? Kadang ya karena bunda bukan manusia super. Namun ia berusaha menghargai setiap detik kehidupan yang ia miliki bagi kehidupan orang lain yang lebih baik. Apakah bunda seorang superwoman? Tidak. Hanya manusia biasa yang ingin berbagi dan memaknai kehidupannya dengan lebih baik.

Lagi aku bertanya kepada diriku sendiri. Bila saya kehilangan indera atau anggota tubuh saya, apa yang akan saya lakukan?

Anda?