Sunday, July 17, 2011

Less More...

Sebuah surat kabar langganan saya mempunyai sebuah kolom yang sering saya tunggu setiap minggunya dan tema minggu ini adalah less more. Sedikit mengernyit ketika membaca judulnya namun sungguh menghentak- hentak sisi batin, bila mau jujur.
Dan sungguh, apa yang dikatakan ada benarnya dan sedikit menusuk - nusuk identitasku yang katanya anak metropolis, mengagung - agungkan perbedaaan dan mengatakan bahwa saya orang yang sama. Masih seperti dulu. Nyatanya, tidak juga. Dan aku bercermin lagi, jangan - jangan aku menjadi orang munafik.

Saat tidak punya uang, bilang mau punya uang supaya bisa bantu orang lain. Ketika punya uang, pengen beli rumah baru, mobil baru, tas mahal, jalan - jalan keluar negeri trus berjalan dengan pongah seperti orang kaya baru dan lupa janji untuk membantu orang lain. Dan ternyata, tetap saja, masih ada tetangga yang susah, berat untuk mengeluarkan zakat apalagi menyerahkan sebagian harta. Jadilah itu sebuah omong kosong belaka.

Saat tidak punya jabatan, berkeras hati ingin mencapai jabatan puncak, bekerja larut malam, lupa punya keluarga dengan beragam alasan loyalitas atau kerja keras de el el termasuk membela nasib bawahan. Pas sudah di atas, bukannya membela bawahan dan mendidik bawahan tapi malah makin menyudutkan bawahan dan takut kasih sedikit ilmu karena kuatir suatu saat digeser. Lagi - lagi jadi orang munafik.

Ketika miskin, begitu rendah hati. Ketika kaya, harusnya semakin rendah hati. Nyatanya, senang pamer kepemilikan. Ketika belum punya jabatan, senang bagi ilmu. Nyatanya, ketika di puncak, boro - boro. 

Kata almarhum babe, "christine, ingat, semua itu titipan: fisik, kekayaan, kepandaian, kekuasaan, keluarga, dll. Ingat - ingat diri saat di sana. Yang namanya titipan, suatu saat akan diambil kembali. Jadi jangan sombong. Yang bisa kamu simpan cuma perbuatan dan imanmu. Yang lain tidak. Kalau dikasih, berikan yang terbaik, jadikan berbuah, selebihnya, kembalikan ke yang punya."

Less for more...