Wednesday, December 22, 2010

Anomali dan sebuah kekosongan

Lucu memang. Aku menertawakan diriku sendiri. Dengan sadar aku merasa hatiku kosong diantara gelak tawa sejumlah pemuda disisi kananku duduk dan suara bising kendaraan yang lewat. Lucunya manusia. Mungkin lebih tepatnya, aku yang merasa lucu. Koq bisa - bisanya merasa kosong padahal dunia begitu marak dengan cerita - ceritanya.

Bahkan untuk menulis saja, aku merasa aneh. Aku merasa kosong. Bingung. Apa yang sedang aku lakukan? Apa gunanya yang aku kerjakan dan aku rintis? Apa manfaatnya aku berada disini? Aku berbicara dalam hati dan berusaha sedikit saja memahami diri sendiri. Untukku, rasanya lebih mudah memahami orang lain dan segala dinamikanya dibanding diriku sendiri.

Mungkin kalau orang lain memperhatikan apa yang sedang aku lakukan sekarang, mereka juga akan berpikir bahwa ada orang aneh yang sedang bengong tanpa tujuan. Hanya ditemani secangkir kopi kental pahit ‘mandailing coffee’, beberapa buku tebal yang tidak menarik dan sibuk menekan -nekan tombol blackberry. Kemudian bengong lagi. 
Aku duduk di sisi pojok kanan dekat jendela sebuah warung kopi ‘anomali’. Entah mengapa dinamakan anomali. Mungkin maksudnya sesuatu yang berbeda, tidak sama, terlihat beda dengan yang lain atau sedikit menyimpang. Apapun artinya, terserah si pemiliki warung kopi. Mungkin ini juga tempat yang tepat buatku yang sedang anomali, tidak sama dengan kebanyakan orang. Kosong.

Jadi ingat cerita seorang teman. Mungkin lebih tepatnya pesan istimewa seorang teman istimewa, "I feel empty and I have no idea what to do." Saat itu aku menertawakannya. Kok bisa - bisanya orang merasa kosong padahal banyak hal yang dapat dilakukan dan dirasakan. Tidak habis pikir. Namun saat ini, perasaan yang sama yang aku rasakan. Aku seakan sama bodohnya dengan temanku. Di warung kopi atau orang sekarang lebih senang menyebutnya coffee shop dipenuhi banyak orang. Ada suara obrolan sekumpulan anak muda, sepasang wanita muda bersuami yang sedang gosip tentang suami baru temannya atau suara musik jazz yang cukup riuh di antara suara - suara yang tidak bernada. Atau ada juga seorang pria sedang menyeruput kopi dan memandangi komputernya. Mungkin ia sedang bekerja atau pura - pura bekerja dan ternyata sama - sama bengong, sama seperti yang aku lakukan. Hanya duduk sembari memperhatikan orang sekitar dan merasa kosong. Hanya duduk diam, berpangku tangan dan tidak tahu apa ingin melakukan apa, untuk apa, untuk siapa dan mengapa. Kosong saja.

Sekarang aku jadi bertanya - tanya kenapa. Kenapa aku sering atau lebih tepatnya saat ini merasa begitu kosong, seperti tidak ada sesuatu yang membuat aku menjadi begitu bersemangat dan mempunyai alasan melakukan sesuatu. Aku bekerja, ya.. mengerjakan banyak hal, bertemu dengan orang - orang... bercerita dan tertawa atau menutup negosiasi dengan bagusnya dan aku memenangkan tender untuk bisnis yang aku jalani atau beberapa pekerjaan menumpuk hingga selalu pulang larut malam dan blasss..... kosong lagi. Merasa paling bodoh. 

Kenapa merasa kosong, akupun tidak tahu. Kamu tahu? Atau saat ini kamu juga sedang merasa kosong dan kamu sendiri juga bingung kenapa? Jadi akhirnya sekarang kita menjadi sama - sama bingung. Inikah euforia manusia perkotaan dengan segala yang ditawarkannya? Ternyata harta, jabatan, kekuasaan atau teman yang banyak tidak membantu menawarkan kekosongan yang melandaku akhir - akhir ini. Aku akui keberadaan itu bisa sedikit mengisi atau mungkin membuatku tidak merasa aku kosong. Sedikit saja kemudian kosong lagi. Namun saat diam seperti ini, hanya bisa mengamati, aku baru sadar ternyata aku tidak sesempurna apa yang aku pikirkan selama ini.

Diantara kekosongan dan kebingungan akhirnya aku enggan menanyakan kenapa aku kosong. 

Bukankah ini perasaan yang alamiah bagi jati diri seorang manusia? Aku sekarang merasa kosong, mungkin besok aku akan menjadi begitu bersemangat dan berdaya guna. Atau seperti yang didengung - dengungkan orang. Aku bekerja untuk orang lain, untuk membuat dunia ini menjadi lebih baik. Mungkin juga besok aku tetap saja merasa kosong karena ternyata aku bekerja hanya untuk diriku sendiri. Aku mengatakan bahwa aku sukses untuk keluargaku, untuk orang - orang yang aku sayangi atau supaya aku bisa membantu orang lain. Atau kenyataan yang sebenarnya, ya aku melakukannya hanya untuk keegoisaiku sendiri. Mungkin juga. Siapakah manusia sekarang yang melakukan sesuatu tanpa lupa memikirkan dirinya sendiri? Atau itu hanya aku saja?

Berdaya guna? Aku jadi merenungkan kalimat yang baru saja terlintas dikepalaku. Berdaya guna... Hmmh. Jadi ingat yang pernah dikatakan seorang bijaksana yang sudah aku lupa namanya. "Kamu tidak akan merasa kosong saat kamu menemukan hidupmu bermakna." Berat euy. Jangankan untuk berpikir apa hidupku bermakna atau tidak, untuk mengartikan kata bermakna yang dikatakannya saja sudah begitu berat kepalaku menampungnya.
Bermakna? Untuk mengingat apa aku pernah melukai hati sesamaku saja aku sulit untuk mengingatnya. Atau mungkin aku melupakannya. Kenapa aku melupakannya? Mungkin karena aku tidak mau mengingat - ingat kesalahan yang sudah aku lakukan terhadap saudara - saudaraku. Karena aku sudah bersikap tidak adil dan membohongi diriku sendiri. Pembenaran? Mungkin saja.

Aku diam lagi. Mengapa perasaanku begitu kosong? Perasaan seperti ini adalah kondisi yang sangat sangat sangat tidak menyenangkan. Rasanya, tepatnya seperti mayat hidup. Fisik nyata tapi tanpa jiwa. Atau aku terlalu berlebihan menanggapinya?
Mengapa manusia, atau tepatnya aku menjadi begitu kosong? Aku memegang cangkir kopi pahit, memutar - mutar bibir cangkir dengan jariku. Sama seperti apa yang ayahku lakukan saat ia sedang berpikir keras. Ya, like father like son. Jadi ingat perkataannya waktu itu, 
“satu saat, ketika kamu sudah mendapatkan keinginanmu, semua yang kamu inginkan termasuk apa yang ingin kamu lakukan, kamu akan berhadapan oleh sesuatu yang tidak kamu mengerti. Dan jawabannya, hanya diri kamu sendiri yang akan menjawabnya.”
“Bila aku dalam kondisi seperti itu, apa yang harus aku lakukan?” Kataku saat itu.
Ayah diam, mengelus rambutku dan mengecup keningku. Ia memang seorang lelaki yang sangat penyayang menurut pandanganku.
“Bila kamu menghadapi saat - saat seperti itu, diamlah sebentar. Kamu memang tidak akan menemukan jawabannya tapi setidaknya itu akan memberikan ruang bagi sesuatu dalam dirimu yang lebih dalam untuk membantumu mengetahuinya.” 
Aku diam dan tidak lagi berusaha mencari - cari alasan mengapa aku kosong saat ini. Diam saja dan menikmati kekosongan ini. Mungkin kadang, aku harus belajar untuk tidak bertanya, menjalaninya saja dan menemukan jawabannya, pada akhirnya.

Kopi mandailing, ya hanya sekedar kopi yang menemani aku untuk melewati waktu - waktu ini. Tapi sebenarnya ia tidak hanya sekedar kopi. Atau suara ribut sekumpulan anak muda yang sesekali memekakkan telingan dengan tawa mereka dan orang lain memasang wajah tidak menyenangkan. Dan itu tidak hanya sekedar suara ribut. Ini sebuah dinamika. Atau sepasang ibu muda yang sedang bergosip tentang temannya, juga bukan sekedar gosip. Mungkin itu juga kebenaran yang harus aku akui. Atau musik jazz yang tadinya mengganggu telingaku tidak hanya sebuah musik pelengkap saja. Ada sesuatu.
Mungkin kosong itu tidak harus diisi dengan pertanyaan - pertanyaan megapa aku kosong dan mencari - cari alasan atas kekosongan itu. Mungkin kosong itu berarti membiarkan ruang yang lebih dalam muncul ke permukaan dan menemukan identitasnya lalu memberikan jawaban atas pertanyaan - pertanyaan yang tidak sadar mempengaruhi perilaku kita dan perilaku orang lain.

Mungkin kosong itu ya kosong saja, tidak ada embel - embel lain yang perlu dan harus dipertanyakan sebagai pembenaran. Atau berusaha membenarkan diri kita sendiri atau yang paling parah, kita menyalahkan orang lain atas kekosongan yang kita alami.
Kosong, ya kosong saja dan biarkan waktu untuk memenuhi yang kosong tadi dengan berbagai cara yang nantinya kita tidak akan mengerti dan akhirnya kita lupa bahwa kita pernah mengalami yang kosong itu.
Anomali, Juni 2010