Wednesday, December 22, 2010

Berkata tidak itu...

Ternyata tidak semua orang mampu berkata tidak. Eummm, well setidaknya untuk mereka yang selalu berusaha menyenangkan hati semua orang. Kenyataannya, kita tidak mampu menyenangkan hati semua orang.



Dan aku berpikir dan mengevaluasi diri sendiri, seberapa sering aku tidak mampu menolak keinginan orang lain hanya karena berusaha menyenangkan hati orang tersebut? Dan seringkali aku mengalami kesulitan untuk menolak alih - alih tidak ingin orang tersebut. Dan lagi - lagi aku merenung apakah secara mental aku mengalami penurunan nilai - nilai hanya untuk mencapai tujuan yaitu memuaskan orang lain. Kalau Sudah begini, rasanya tidak layak aku menyalahkan keadaan atau orang lain. "ini gara - gara dia" atau "kalau dia tidak membujuk, aku tidak akan...." Dan seterusnya.


Dasar manusia, kalau sudah susah lalu menyalahkan keadaan, situasi atau orang - orang disekitarnya. Darr, alih - alih ingin membenarkan diri sendiri, lantas aku mengatakan, "bila.....". Dan ternyata, dalam urusan berkata iya dengan berkata tidak, lebih banyak susahnya berkata "iya" atau "tidak apa - apa" daripada berkata "tidak". Tapi masalahnya, lebih Mudah mengiyakan atau mengatakan tidak?


Satu kali, salah satu sahabat saya, seorang yang cukup arif berkata kepada saya, "bukan hal yang mudah bagi kita untuk berani berkata tidak. Perlu keberanian yang besar namun kita akan dibebaskan dari banyak kesusahan saat berani mengatakannya. Dan kamu salah satu dari mereka itu." ingatan yang membuat aku tertunduk seperti cecunguk. Makin tua kok tidak menjadi semakin arif tetapi malah mengalami penurunan moral hanya karena tanpa sadar berusaha ingin diterima dunia dan dicap orang lain sebagai orang baik. Dan aku menjadi terlalu peduli pada apa yang dilabelkan orang lain? Lalu apa bedanya aku dengan barang - barang yang terpampang di mall?


Lalu, makin aku terlalu sering berkata iya, makin aku harus bersusah - susah mengatasi konsekuensi yang harusnya tidak perlu dihadapi dan harusnya bias lebih hepi. Jadilah aku diam seribu bahasa. Setidaknya mending telat daripada tidak sama sekali. Pertama, aku tidak mau pusing - pusing atas konsekuensi mengiyakan tadi. Kedua, kita tidak akan pernah bisa memuaskan keinginan orang lain dan belum tentu keinginan orang lain yang kita penuhi saat ini tidak akan bertambah dosisnya. Pusing ga tuh (jadi ingat kata guru etika jaman sma dulu untuk ingatkan murid - muridnya soal love, sex n dating. Upps. Pertama pegang tangan terus rangkul terus cium pipi, terus......). Dan soal berkata "iya" itu juga sama. Dan ini juga berlaku tidak hanya soal berhubungan, tapi juga dalam hal kerjaan loh. 


Apakah aku sebagai seorang karyawan atau seorang pemimpin. Atau pernah tidak merasa begitu overload, Anda tetap mengerjakan apa yang diminta meski sebenarnya itu bukan tanggung jawab Anda, alih - alih loyal terhadap pekerjaan, perusahaan, atasan atau yang paling pelik loyal terhadap diri sendiri? Atau untuk menghibur diri, semakin Anda bekerja multi tasking, anda semakin banyak tahu? Atau jangan - jangan Anda sebenarnya sulit untuk mengatakan tidak?


Sama halnya dalam hal kerjaan or dalam hubungan, mulailah aku belajar untuk berkata tidak. Tidak kepada perilaku diluar prinsip dan nilai hidup. Berkata tidak terhadap sesuatu yg berhubungan dengan integritas. Berkata tidak pada hal - hal yang merusak ketenangan orang lain dan berkata tidak terhadap keinginan yang belum tentu menjadi kebutuhanku. Berkata tidak membuat aku tidak perlu berasumsi tentang orang lain meski mungkin terlihat tidak peka terhadap perasaan orang lain. So? Its just a matter of choice. Its a matter of you