Sunday, August 28, 2011

Memegang Komitmen, Menunda Komitmen atau Melupakan Komitmen?

Siapa yang tidak senang mendapatkan komitmen?
Bila anda seorang pasangan, akan sangat membahagiakan bila pasangan anda memegang komitmen bersama, atau ketika orang tua anda memegang komitmen atas janjinya atas sesuatu atau seorang atasan memenuhi komitmennya untuk mempromosikan anda untuk posisi yang lebih tinggi. Namun sejauh mana komitmen itu bisa tetap berdiri teguh dalam kehidupan kita?
Disini saya hanya berdiskusi saja dan melihat beberapa fakta bahwa ternyata komitmen itu tidak sekedar hitam atau putih namun ada fakta - fakta yang mendasari sebuah komitmen tetap berlangsung diantara kedua belah pihak yang menyatakan komitmen tersebut.

Misalnya begini. Anda adalah seorang atasan yang telah berkomitmen untuk mempromosikan bawahan anda di bulan x bila ia mencapai apa - apa saja yang terdapat dalam aturan organisasi. Namun ditengah perjalanan, ternyata si bawahan tersebut tidak menunjukkan perilaku yang anda harapkan, ditambah ada beberapa catatan kecil yang membuat atasan anda melihatnya sebagai rapor merah. Akhirnya, anda tidak dapat mempromosikan bawahan anda tersebut sesuai dengan apa yang anda janjikan. Maka ketika bawahan anda tahu bahwa ia tidak mendapatkan promosi seperti yang diinformasikan sebelumnya, ia akan berpendapat anda tidak memegang komitmen anda. Anda lupa akan komitmen yang anda ucapkan. Sedangkan menurut anda, anda tidak bisa memenuhi komitmen karena faktor - faktor yang harus dipenuhi dalam organisasi tidak dapat ia penuhi. Jadilah anda menunda komitmen anda.

Atau misalnya lagi, anda berkomitmen akan menikah dengan seseorang yang menjadi pasangan anda pada tahun x. Ternyata dalam proses perjalanan menuju komitmen tersebut, pasangan anda tidak memenuhi standar atau norma yang ada sedangkan anda tinggal dalam aturan tersebut, lalu anda melihat bahwa bila diteruskan akan membawa bencana bagi anda, keluarga anda atau orang - orang sekitar anda. Lalu anda berpikir untuk tidak melanjutkan komitmen anda.

Atau ketika seseorang menawarkan seorang yang lain untuk menjalankan usaha dan menjadi partnernya dalam berbisnis dan komitmen untuk memberikan fasilitas yang diperlukan sepanjang orang tersebut bertindak sebagai pemilik, memikirkan strategi terbaik, penjualan seperti miliknya sendiri namun dalam perjalanan, yang ada hanya komplain tapi tidak berusaha membantu memberikan strategi terbaik sesuai dengan pengalamannya. Lalu orang yang diajak kerjasama itu mundur sebelum memenuhi komitmennya ketika diberi masukan atas beberapa kinerjanya. Lalu orang yang menawarkan kerjasama ini berpikir orang tersebut tidak memegang komitmen atas apa yang telah dikatakannya sedangkan orang yang mundur tersebut berpikir orang ini tidak menghargai apa yang sudah dilakukan karena ternyata standar keberhasilan diantara keduanya itu berbeda.

Kenyataannya, seringkali ketika kita berkomitmen atau mendapatkan komitmen, yang kita lihat hanya sebagai AKU, bukan orang lain. Jarang sekali kita memposisikan diri kita sebagai orang lain ketika komitmen antara kedua belah pihak dicanangkan. Kita lupa bahwa ada proses untuk mencapai, memegang dan mempertahankan komitmen. Dan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan!

Bila anda berharap atasan anda memenuhi komitmennya untuk mempromosikan anda dan ternyata ditengah perjalanan ia tidak memenuhinya, mungkin kita perlu mengkaji ulang kembali kenapa seperti itu. Jangan - jangan tolok ukur yang anda miliki dengan yang berlaku dalam organisasi  berbeda. Apa yang menurut anda terbaik (mungkin karena anda sering pulang malam, menemani si bos kemana - mana, entertain customer, dll) belum tentu yang terbaik menurut atasan dan organisasi anda. Karena ternyata, masih ada orang yang lebih baik dari anda. Lalu anda mengeluh dan berkoar kesana sini bahwa atasan anda hanya janji palsu. Belum lagi atas sikap anda yang mungkin tidak sesuai dengan nilai - nilai dalam organisasi.

Atau ketika pasangan anda ternyata memutuskan untuk tidak lagi berkomitmen dengan anda, mungkin banyak faktor yang melatarbelakangi. Mungkin karena sikap anda (sensitif dan arogan membuat orang disekitar anda gerah), perilaku anda atau kata - kata yang tidak pada tempatnya, termasuk bagaimana anda memperlakukan orang - orang disekitarnya. Mungkin juga karena anda tidak memegang komitmen yang anda ucapkan yang sudah disepakati bersama. Lalu pasangan anda memilih untuk melupakan komitmen bersama tadi.

Maka ini pemikiran saya. Komitmen itu tidak bisa berjalan sendiri, harus ada kedua belah pihak sepakat dan menjaga keutuhan komitmen tersebut. Anda tidak layak menuntut komitmen padahal anda tidak menjaga kepercayaan atas komitmen tersebut. Buat saya ketika menjadi seorang atasan, saya akan memenuhi komitmen saya ketika kriteria yang sudah disepakati bersama dipenuhi, dengan hasil yang sama. Dan seringkali saya mendapati bahwa ketika kita bekerja, kita lupa indikator kinerja kita. Yang kita ingat hanya tuntutan atas pemenuhan komitmen tadi. Ini juga berlaku bagi pasangan. Anda menuntut penghargaan dari pasangan anda, namun anda tidak dengan bijak berkata - kata atau berharap atasan anda menghargai pekerjaan anda padahal anda tahu bahwa sebenarnya anda belum memenuhi kriteria yang sudah dikatakan. Dan ketika saya menjadi atasan, saya memilih untuk menunda mewujudkan komitmen saya daripada saya terburu - buru lalu berubah menjadi bencana, tidak hanya bagi saya, tapi juga organisasi.

Ini hanya pendapat saya saja. Dan saya sendiri masih bergumul kapan saya harus memegang dan mempertahankan komitmen, menunda komitmen atau melupakan komitmen karena ternyata komitmen itu tidak semudah yang kita ucapkan.

Bagaimana dengan anda?