Tuesday, August 30, 2011

Minta Maaf dan Memberi Maaf

Salah satu tradisi idul fitri dari tahun ke tahun adalah ucapan mohon maaf lahir dan batin. Kalau dulu orang menggunakan kartu lebaran, sekarang cukup sms atau menggunakan fasilitas sosial media. Tentu anda termasuk salah satunya, bukan? Saya juga. Kita masing - masing terjebak dalam euforia lebaran. Mengucapkan maaf di social media, sms atau bbm yang ditujukan ke semua orang dan kita pikir begitu saja sudah cukup. Duh. Saya tepok jidat. Bagaimana tidak, wong saya juga belum tentu kenal atau berhubungan langsung kepada orang yang saya kirimi ucapan, bahkan bertemupun tidak. Nah loh. Trus esensi maaf memaafkannya gimana dong?
Jadilah sekarang, tahun ini saya berusaha tidak terjangkit euforia idul fitri. Saya tidak mengirimkan surel maaf memaafkan kepada semua orang (yang tentu saja belum tentu saya tahu dan kenal juga). Hanya kepada beberapa orang yang saya kenal baik dan tentu saja yang cukup netral menerima maaf dari saya karena bukan berasal dari golongan mereka. Dan yang lucunya ucapan maaf memaafkan ini direspon beragam (tentunya saya tidak tahu apa yang mereka pikirkan).

Trus sebenarnya apa sih esensi idul fitri ini? Tunggu dulu. Jangan sensitif ya. Saya hanya menjabarkan pemikiran saya saja.

Mengucapkan maaf dan memberi maaf.
Seberapa sulit kita mengucapkan kata maaf kepada seseorang yang telah kita sakiti hatinya, baik dari perilaku maupun perkataan kita? Seringkali yang terjadi ada kesombongan dalam ego kita yang mengatakan, "wong dia salah kok, gue juga sakit hati. Ngapain harus minta maaf." atau "ah, ntar juga baik. Dia juga ngerti." dan seterusnya.
Atau seberapa sulit kita memberi maaf kepada orang lain. Banyak kejadian orang tersebut bilang "iya, gue udah maafin elo" tetapi didalam hatinya masih bilang "ok deh, ntar kita liat aja apakah elo masih ngulang kesalahan yang sama". Nyatanya, mulut kita mengatakan maaf tapi pikiran kita yang begitu tajam menunggu - nunggu dan merusak hati kita bahwa orang tersebut akan melakukan kesalahan yang sama lalu kita akan mengatakan "tuh, apa yang gue bilang." atau "ternyata lo sama aja" atau "sori deh, gue ga bisa maafin elo" dan seterusnya. 
Atau anda pernah mendengar kalimat ini "iya, gue memaafkan dia tapi ga akan gue lupakan perilakunya sama gue." Darr! Kok bisa? Bisa memaafkan tapi ga bisa melupakan perilakunya yang membuat kita marah atau sakit hati? 

Dulu saya juga seperti itu. Tapi dipikir - pikir kok capek ya. Dimulut bilang memaafkan tapi ternyata masih terus mengingat - ingat kesalahan orang sambil menunggu orang tersebut melakukan kesalahan yang sama. Atau istilah kerennya mendendam. Padahal memaafkan ya memaafkan saja. Titik tanpa koma. Trus lucunya lagi kalau kita berdoa, kita minta dimaafkan atas segala kesalahan kita padahal kita masih menyimpan kesalahan orang lain. Duh! Mungkin kalau Allah bisa omong langsung dalam wujud manusia, Dia akan berkata (versi saya): "Duh Idun, Lo tuh lucu ya. Elo minta dimaafkan kesalahan elo sama ane, nah ente sendiri masih dendem sama si Udin. Ngaca dong ngaca!"

Jadilah saya ingat sebuah perumpamaan dalam alkitab yang saya baca. Pendeknya begini. Bila saudaramu melakukan kesalahan terhadapmu, ampuni dia tujuh kali tujuh kali tujuh kali. Koq banyak? Lalu aku tertawa, coba aja hitung berapa banyak kesalahan elo (baca : gue) sama Sang Khalik. Dan berapa sering Ia mengampuni tanpa mengingat - ingat kembali. Jadilah aku lebih senang menggunakan kata mengampuni. Ini lebih bermakna memaafkan dan melupakan. Jiwa anda menjadi bahagia dan beban andapun ringan. Kalau diumpamakan tas ransel, wong barang bawaanmu sudah banyak, tapi masih berusaha memasukkan sampah dan barang yang tidak berguna yang hanya membuat pundakmu sakit.

Trus kalau meminta maaf bagaimana? Ya kalau memang salah, minta maaf dong. Kenapa mesti susah - susah menahan hanya karena notabene yang disebut harga diri. Lah memang sejak kita lahir, maaf itu tidak menentukan harga diri kita. Anda ya anda, apa adanya. Jadi kalau saya salah, ya minta maaf. Trus kalau orang yang dimintakan maaf tidak memaafkan gimana? Nah ini pertanyaan susah. Kalau gue, ya gimana lagi. Masa elo mesti menodongkan pistol dikepalanya supaya dimaafkan? Kalau aku, ya minta maaf saja. Dari dalam hati. Meminta maaf berarti tidak mengulangi kesalahan yang sama. Kalau berulang? Itu namanya khilaf. Kalau berulang - ulang? Itu namanya bebal dan tidak mengerti makna meminta maaf. Jadi kalau memang sudah bebal, mending ga usah minta maaf sekalian. Kalau keseringan minta maaf? Nah itu artinya orang linglung. Ga salah kok minta maaf :p.

So? Ya ketika melakukan dua - duanya, lakukan dengan kesungguhan dari dalam hati. Ketika meminta maaf, lakukan dengan sungguh - sungguh. Ketika memberi maaf, berilah maaf dari hati anda tanpa harus menyimpan kesalahan orang yang menyakiti anda. Jangan menunda. Lakukan semuanya seperti besok anda akan mati dimana tidak ada kesempatan kedua dan lakukan semuanya untuk memerdekakan jiwa anda.

Kalau kita bisa mengosongkan tas ransel kita dari barang - barang tidak berguna dan sampah, mengapa mesti mengisinya sehingga membuat kita tidak bisa sampai puncak?

Selamat Idul Fitri Ya. Semoga kita dilahirkan jadi manusia baru yang lebih baik dari tahun - tahun sebelumnya. Aminn